LEGENDAQQLOUNGE, Karantina diri setelah pulang merantau di tengah pandemi Covid-19, pemudik asal Dukuh Ngaran, Desa Mlese, Ceper, Klaten, Abdullah Almabrur, sadar harus melakukan isolasi alias karantina mandiri.
Namun, pria berumur 42 tahun itu melakukan cara yang tak biasa untuk isolasi mandiri itu. Bukan karantina di rumah, Almabrur memilih bantaran sungai untuk tempat isolasi mandiri selama 14 hari.
Pulang Merantau Pria Ini Karantina Diri Dengan Berkemah Di Pinggir Sungai
Dia rela menunda pulang ke rumahnya dan melepas kangen dengan istri dan keempat anaknya. Almabrur menceritakan dia merantau ke Pekanbaru, Provinsi Riau, melakoni pekerjaan sebagai tabib.
Pemudik itu tiba di Ngaran, Klaten dan langsung menjalani karantina mandiri di bantaran sungai. Dia pulang ke Klaten setelah melihat perkembangan wabah Covid-19 di Indonesia.
Dia buru-buru pulang kampung karena khawatir tak ada lagi transportasi yang bisa dia akses untuk pulang menemui anak dan istrinya.
Dia sadar semua pemudik dari daerah manapun yang pulang ke kampung halaman wajib melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Almabrur lantas mencari lokasi untuk isolasi mandiri di kampung halamannya.
Hingga terlintas lah di benak pemudik itu ide untuk isolasi mandiri di bantaran Kali Kecu di tepi Dukuh Ngaran, Klaten. “Sebelum pulang saya langsung meminta adik saya untuk mencarikan tenda”.
Sebelum sampai di kampungnya, Almabrur menyempatkan diri mampir ke pelayanan kesehatan di Ceper untuk memastikan tak ada gejala dan tanda infeksi Covid-19 di tubuhnya.
Setelah mendapatkan surat keterangan pemeriksaan dari puskesmas, Almabrur langsung menuju ke bantaran Kali Kecu dan mulai berkemah untuk isolasi mandiri.
Dibaca Juga : Kemunculan Cacing Di Solo Tanda Gempa
Bersih-Bersih Sungai Dan Bikin Tangga
Dia juga menyempatkan diri melapor ke ketua RT. “Saya langsung ke tempat ini [bantaran Kali Kecu], tidak mampir ke rumah. Ini sudah jalan empat hari,” jelas Almabrur.
Bantaran sungai yang dijadikan tempat isolasi mandiri oleh pemudik itu berada di belakang permukiman warga serta kompleks makam di Dukuh Ngaran, Klaten. Lokasinya hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya.
Almbarur mendirikan tenda di bawah rimbunnya pohon bambu. Tenda itu menjadi tempat tidurnya. Seluruh aktivitas Almabrur hanya terbatas di bantaran sungai termasuk ketika mandi. Makanan saban hari dipasok oleh adiknya.
Untuk penerangan, Almabrur memasang lampu dengan sumber listrik dari rumah tetangganya. Sesekali ada warga yang datang menemuinya.
Namun, pemudik yang baru tiba di Ngaran, Klaten, itu memilih konsisten dengan isolasi mandiri dan menjaga jarak dengan setiap orang. Termasuk ketika istri dan keempat anaknya berkunjung.
Meski berulang kali anak bungsunya yang berumur enam tahun merengek ingin memeluk, Almabrur untuk sementara waktu tak bisa memenuhi permintaan tersebut.
Almabrur mengisi kegiatan selama masa isolasi dengan membersihkan bantaran sungai. Dia memiliki target membersihkan bantaran di belakang makam serta membikin anak tangga menuju sungai.
Lebih lanjut, Almabrur mengatakan mengisolasi diri di bantaran sungai dipilih agar dia bisa fokus mematuhi aturan bagi para perantau yang pulang kampung.
“Ini saya lakukan agar masyarakat tetap tenang ketika saya yang dari perantauan pulang. Saya datang memeriksakan kesehatan, lapor ke ketua RT, serta mengisolasi mandiri di sini. Alhamdulillah ada warga yang respect datang sekadar memberikan makanan dan minuman,” urai dia.
Istri Almabrur, Susanti, 37, mengaku berat dengan pilihan suaminya mengisolasi diri di pinggir sungai selama 14 hari. “Karena sudah setahun tidak pulang, tentunya sangat kangen. Apalagi anak-anak sudah ingin memeluk. Namun, tidak apa-apa karena sudah menjadi pilihan dan aturan untuk isolasi mandiri,”